Hari itu adalah hari yang paling menegangkan seumur hidupku. bagaimana tidak? aku harus berhadapan langsung dengan orang yang selama ini hanya ku pandang dari kejauhan. iya, hari itu aku harus bertemu mas Satrio langsung untuk menyerahkan surat ijin dari Farah. setelah latihan di depan cermin semalaman, bodohnya ku tetap tidak bisa tidak nervous, aku gugup setengah mati hanya untuk mungkin semenit berhadapan dengannya. belum lagi semalaman aku tidak bisa tidur membayangkan momen hari ini. ah jatuh cinta memang luar biasa. tapi mau tak mau aku harus beranikan diri untuk menyerahkan amanah dari temanku. akhirnya aku nekad pergi saat jam istirahat pertama. saking gugupnya dan tidak bisa berpikir apapun, aku tidak tahu kenapa aku tidak meminta salah satu temanku untuk menemaniku saat itu. aku nekad seorang diri menuju ke kelas mas Satrio.
sepanjang perjalanan aku tak bisa menyembunyikan ekspresi gugupku, bahkan tanganku yang memegang surat serasa bergetar sendiri tanpa mau berhenti. setengah perjalanan baru aku sadar, aku seorang diri. "ini gilaak, kenapa aku sendirian? kenapa tadi ga minta tolong sarah untuk menemani, ya ampun terus ini gimana, sudah hampir sampai di kelasnya, bodoh sekali aku ini" dalam hatiku menggerutu.
Mulai mendekati kelas mas Satrio langkah kakiku tiba-tiba seperti lebih berat dan membuatnya menjadi semakin perlahan-lahan. aku sudah sampai pada lorong menuju ke kelasnya. dia berada di kelas XI IPA 2 yang berada diantara kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3. posisi yang sungguh tidak enak karena harus melewati kelas kakak-kakak kelas dan posisi tengah yang membuat semua orang bisa melihat dari segala arah. baru saja aku melangkah di ujung kelas XI IPA 1 tiba-tiba dari dalam kelas mas Satrio melangkah keluar seorang diri. aku tidak tahu dia akan pergi kemana. aku galau lagi. haruskah aku mempercepat langkah dan mengejarnya lalu ku panggil namanya atau aku ikuti dia dari belakang. akhirnya kau memutuskan untuk mengikutinya dari belakang. dan ternyata dia menuju ke arah kantor guru karena dari arah perpustakaan dia menuruni tangga lalu berbelok ke deretan kantor-kantor sekolah.. Di mulai dari kantor TU, kantor Kepala Sekolah dan Kantor Guru yang berada palinng ujung dari bangunan ini. aku mempercepat lanngkah agar jangan sampai harus menunggunya di depan Kantor Guru. akhirnya saat dia masih di depan kantor TU aku putuskan untuk mengejarnya. aku sedikit berlari dan saat sekitar 5 meter dari arahnya ku putuskan untuk memanggilnya>
"mas Satrio" dengan nafas agak terengah-engah karena habis berlari
dia berhenti lalu berbalik karena sadar ada yang memanggil..
"iya, ada apa?"
lalu aku berjalan mendekatinya. jarak kami tinggal satu meter. dadaku berdeguk semakin kencang, ditambah nafas ngos-ngosan. aku keluarkan sepucuk surat titipan Farah dengan tangan bergetar.
"maaf mas mengganggu, ini ada titipan surat dari temanku, dia ga bisa ikut acara besok"
dengan tangan masih bergetar aku khawatir dia akan melihatku sebagai orang yang aneh. tapi apalah daya aku sudah berhadapan dengannya hari itu dan aku tidak bisa menyembunyikan rasa grogiku saat itu. entahlah aku yang dia lihat dariku aku sudah tidak peduli lagi. ingin rasanya ku akhiri segera pertemuan perdana ini karena rasaku yang sudah tidak karuan, akan tetapi mas satrio justru menanyakan beberapa hal..
"memangnya temanmu kenapa? acara ini wajib lo"
"hmmm, dia sakit mas dari hari kemarin ga masuk sekolah"
"oh sakitnya parah?"
"aku kurang paham karena belum jenguk, rumahnya jauh, tapi dia bilang sesak nafas gitu dan kata dokter masih disuruh istirahat di rumah dulu"
"oh ya sudah, oh ya kamu kelas berapa?"
"saya kelas X-1 mas"
"hmm oh kelas yang dibelakang kantin itu ya, saya juga dulu kelas X-1, ya sudah trimakasih ya nanti saya sampaikan pembina OSIS, saya mau ke ruang guru dulu"
"iya mas sama-sama"
"ga usah lari-lari, badan kamu jadi gemeteran gitu"
"eh, iya mas"
mas Satrio berbalik badan pergi ke Kantor Guru, sedangkan aku masih termenung meresapi kalimat terakhir darinya. aku kaget ternyata dia memperhatikan gerak-gerik ku yang dari tadi gemetar bahkan tanganku tak bisa diam saat menyerahkan sepucuk surat itu padanya. hari itu menjadi hari paling bersejarah bagiku dan menjadi awal mula dari segalanya.
sepanjang perjalanan aku tak bisa menyembunyikan ekspresi gugupku, bahkan tanganku yang memegang surat serasa bergetar sendiri tanpa mau berhenti. setengah perjalanan baru aku sadar, aku seorang diri. "ini gilaak, kenapa aku sendirian? kenapa tadi ga minta tolong sarah untuk menemani, ya ampun terus ini gimana, sudah hampir sampai di kelasnya, bodoh sekali aku ini" dalam hatiku menggerutu.
Mulai mendekati kelas mas Satrio langkah kakiku tiba-tiba seperti lebih berat dan membuatnya menjadi semakin perlahan-lahan. aku sudah sampai pada lorong menuju ke kelasnya. dia berada di kelas XI IPA 2 yang berada diantara kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3. posisi yang sungguh tidak enak karena harus melewati kelas kakak-kakak kelas dan posisi tengah yang membuat semua orang bisa melihat dari segala arah. baru saja aku melangkah di ujung kelas XI IPA 1 tiba-tiba dari dalam kelas mas Satrio melangkah keluar seorang diri. aku tidak tahu dia akan pergi kemana. aku galau lagi. haruskah aku mempercepat langkah dan mengejarnya lalu ku panggil namanya atau aku ikuti dia dari belakang. akhirnya kau memutuskan untuk mengikutinya dari belakang. dan ternyata dia menuju ke arah kantor guru karena dari arah perpustakaan dia menuruni tangga lalu berbelok ke deretan kantor-kantor sekolah.. Di mulai dari kantor TU, kantor Kepala Sekolah dan Kantor Guru yang berada palinng ujung dari bangunan ini. aku mempercepat lanngkah agar jangan sampai harus menunggunya di depan Kantor Guru. akhirnya saat dia masih di depan kantor TU aku putuskan untuk mengejarnya. aku sedikit berlari dan saat sekitar 5 meter dari arahnya ku putuskan untuk memanggilnya>
"mas Satrio" dengan nafas agak terengah-engah karena habis berlari
dia berhenti lalu berbalik karena sadar ada yang memanggil..
"iya, ada apa?"
lalu aku berjalan mendekatinya. jarak kami tinggal satu meter. dadaku berdeguk semakin kencang, ditambah nafas ngos-ngosan. aku keluarkan sepucuk surat titipan Farah dengan tangan bergetar.
"maaf mas mengganggu, ini ada titipan surat dari temanku, dia ga bisa ikut acara besok"
dengan tangan masih bergetar aku khawatir dia akan melihatku sebagai orang yang aneh. tapi apalah daya aku sudah berhadapan dengannya hari itu dan aku tidak bisa menyembunyikan rasa grogiku saat itu. entahlah aku yang dia lihat dariku aku sudah tidak peduli lagi. ingin rasanya ku akhiri segera pertemuan perdana ini karena rasaku yang sudah tidak karuan, akan tetapi mas satrio justru menanyakan beberapa hal..
"memangnya temanmu kenapa? acara ini wajib lo"
"hmmm, dia sakit mas dari hari kemarin ga masuk sekolah"
"oh sakitnya parah?"
"aku kurang paham karena belum jenguk, rumahnya jauh, tapi dia bilang sesak nafas gitu dan kata dokter masih disuruh istirahat di rumah dulu"
"oh ya sudah, oh ya kamu kelas berapa?"
"saya kelas X-1 mas"
"hmm oh kelas yang dibelakang kantin itu ya, saya juga dulu kelas X-1, ya sudah trimakasih ya nanti saya sampaikan pembina OSIS, saya mau ke ruang guru dulu"
"iya mas sama-sama"
"ga usah lari-lari, badan kamu jadi gemeteran gitu"
"eh, iya mas"
mas Satrio berbalik badan pergi ke Kantor Guru, sedangkan aku masih termenung meresapi kalimat terakhir darinya. aku kaget ternyata dia memperhatikan gerak-gerik ku yang dari tadi gemetar bahkan tanganku tak bisa diam saat menyerahkan sepucuk surat itu padanya. hari itu menjadi hari paling bersejarah bagiku dan menjadi awal mula dari segalanya.
Komentar
Posting Komentar